Bank Indonesia Pangkas BI Rate: Stimulus Baru Hadapi Tekanan Ekonomi

Bank Indonesia menurunkan suku bunga BI Rate di tengah tekanan ekonomi global. Langkah ini diharapkan mendorong pertumbuhan kredit dan menjaga stabilitas rupiah.

presenting the bi rate analysis

Ditlie.com – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% pada rapat dewan gubernur bulan Oktober 2025.
Keputusan ini mengejutkan sebagian pelaku pasar yang memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga di tengah ketidakpastian global dan potensi inflasi.

Namun, langkah ini sekaligus menjadi sinyal kebijakan moneter longgar yang ditujukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah perlambatan global.

Ekonomi Global Masih Rapuh

Tahun 2025 menjadi periode penuh tantangan bagi banyak negara. Inflasi global mulai melandai, tetapi tekanan terhadap nilai tukar dan arus modal keluar masih tinggi akibat kebijakan moneter ketat di negara maju.
Amerika Serikat, misalnya, masih mempertahankan tingkat suku bunga tinggi di atas 5%, yang menyebabkan dolar AS menguat dan menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.

Kondisi ini membuat Bank Indonesia berada dalam dilema:

  • Jika mempertahankan suku bunga tinggi, ekonomi domestik bisa melambat.
  • Jika menurunkan, risiko pelemahan rupiah bisa meningkat.

Namun BI tampaknya menilai stabilitas inflasi yang terjaga memberi ruang untuk melakukan pelonggaran secara hati-hati.

Alasan BI Menurunkan Suku Bunga

Dalam konferensi pers, Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut tiga alasan utama di balik keputusan ini:

Baca Juga :  Ekonomi Indonesia 2025: Tantangan, Peluang, dan Strategi Pertumbuhan Berkelanjutan

1. Inflasi Terkendali di Bawah Target

Inflasi tahunan Indonesia pada September 2025 tercatat 2,6%, masih di bawah target BI sebesar 3Β±1%.
Kestabilan harga pangan dan energi membuat BI merasa nyaman untuk memangkas suku bunga.

2. Pertumbuhan Kredit Lesu

Sektor perbankan mencatat pertumbuhan kredit hanya 7,8% secara tahunan, lebih rendah dari target 9–11%.
Dengan bunga kredit yang tinggi, banyak pelaku usaha menunda ekspansi. Pemangkasan BI Rate diharapkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman komersial.

3. Dukungan untuk Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2025 berada di kisaran 4,9%, lebih rendah dari proyeksi awal 5,3%.
Kebijakan moneter yang lebih longgar diharapkan mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi domestik.

Dampak Terhadap Sektor Keuangan

Pemangkasan suku bunga acuan BI biasanya memiliki efek domino terhadap seluruh sektor keuangan.

1. Perbankan dan Kredit

Bank-bank besar seperti BCA, Mandiri, dan BRI akan menyesuaikan suku bunga kredit dan deposito dalam beberapa minggu ke depan.

  • Suku bunga kredit konsumtif kemungkinan turun 0,25–0,5%.
  • Kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diharapkan ikut terdorong.

Dampaknya, permintaan pinjaman bisa meningkat dan membantu menggerakkan roda ekonomi.

2. Pasar Modal

Investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) menyambut positif keputusan ini. IHSG sempat menguat 0,7% di hari pengumuman.
Sektor properti, konstruksi, dan perbankan diperkirakan menjadi beneficiary utama dari penurunan BI Rate.

Baca Juga :  Sidang Umum PBB 2025: Sorotan Pidato Netanyahu dan Dinamika Politik Global

3. Nilai Tukar Rupiah

Meski berisiko menekan rupiah, BI mengimbangi kebijakan suku bunga dengan intervensi valas terukur dan penguatan instrumen lindung nilai (hedging).
Rupiah relatif stabil di kisaran Rp15.700 per dolar AS.

Respons Pasar dan Pelaku Usaha

Para pelaku industri menyambut keputusan BI dengan optimisme hati-hati.

β€œLangkah ini bisa menjadi titik balik pemulihan ekonomi domestik. Namun, koordinasi dengan pemerintah harus kuat agar stimulus moneter ini efektif,” ujar Bhima Yudhistira, ekonom INDEF.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai pemangkasan BI Rate akan memperbaiki sentimen bisnis menjelang akhir tahun.
Khususnya untuk sektor manufaktur dan properti yang selama ini menghadapi tekanan likuiditas.

Risiko yang Masih Mengintai

Meskipun langkah BI disambut positif, sejumlah risiko tetap membayangi:

1. Ketidakpastian Global

Perang dagang baru antara AS dan China serta konflik geopolitik Timur Tengah bisa kembali mendorong harga minyak dan inflasi global.

2. Arus Modal Keluar

Jika selisih suku bunga dengan AS terlalu lebar, investor asing bisa menarik dananya dari pasar Indonesia.

3. Kredit Bermasalah

Stimulus moneter memang bisa mendorong pinjaman, tetapi perlu diwaspadai kenaikan Non-Performing Loan (NPL) jika ekspansi kredit tidak disertai kehati-hatian.

Langkah Pendukung Pemerintah

Pemerintah pusat juga berkomitmen mendukung kebijakan BI melalui langkah-langkah fiskal:

  • Subsidi bunga untuk pembiayaan UMKM dan perumahan rakyat
  • Percepatan realisasi APBN di sektor infrastruktur
  • Insentif pajak investasi hijau dan teknologi
Baca Juga :  Timnas Indonesia Saat Ini: Perkembangan, Tantangan, dan Harapan ke Depan

Sinergi kebijakan fiskal dan moneter ini diharapkan menjaga stabilitas pertumbuhan di atas 5%.

Proyeksi ke Depan

Dengan kebijakan pelonggaran suku bunga ini, sejumlah lembaga riset memperkirakan:

  • Pertumbuhan ekonomi 2026 bisa mencapai 5,4–5,6%.
  • Inflasi tetap terjaga di bawah 3%.
  • Kurs rupiah diprediksi stabil di kisaran Rp15.500–Rp15.900 per dolar AS.

Namun, BI menegaskan akan tetap data dependent, artinya keputusan ke depan akan bergantung pada perkembangan inflasi dan pasar global.

Pandangan Investor Asing

Investor global menilai langkah BI sejalan dengan tren pelonggaran moneter di kawasan Asia, termasuk Korea Selatan dan Thailand.
Menurut laporan JPMorgan, Indonesia masih dianggap salah satu negara emerging market paling stabil berkat defisit fiskal yang terkendali dan cadangan devisa kuat di atas USD 140 miliar.

Stimulus yang Diharapkan Menular ke Rakyat

Pemangkasan BI Rate menjadi sinyal bahwa Bank Indonesia siap memacu pertumbuhan tanpa mengorbankan stabilitas.
Namun, efeknya baru akan terasa jika perbankan dan dunia usaha menurunkan bunga pinjaman secara nyata.

Keberhasilan kebijakan ini bergantung pada sinergi:

  • BI yang menjaga likuiditas
  • Pemerintah yang mempercepat belanja
  • Perbankan yang menyalurkan kredit produktif

Dengan kolaborasi yang kuat, Indonesia berpeluang menjaga daya tahan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang terus berubah. (DITLIE/ADMIN)

Check Also

artisan crafting in warm workshop

UMKM Artisan 2025: Inovasi, Kreativitas, dan Strategi Menembus Pasar Nasional

UMKM Artisan 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *